Lahan pertanian di kawasan karst Gunungkidul didominasi oleh adanya lahan kering, yaitu berupa sawah tadah hujan dan juga tegalan. Kondisi tersebut mengakibatkan pengusahaan lahan pertanian di daerah ini sangat bergantung pada curah hujan.

Kondisi pertanian yang hanya bisa memproduksi hasil pertanian di musim penghujan, mengakibatkan produktivitas lahan pertanian menjadi kecil. Selain itu, produktivitas lahan yang rendah juga dikarenakan lahan di kawasan karst Gunungkidul lebih banyak didominasi oleh lahan yang kurang cocok untuk pertanian (kelas lahan VII dan VIII), walaupun di dataranalluvialbisa mempunyai kelas kemampuan lahan sampai dengan II.

Kondisi semacam itu kerap kali diperparah dengan pemilihan jenis tanaman yang sebenarnya tidak cocok dengan kondisi lingkungan khususnya iklim. Sehingga selain produktivitas pertaniannya menjadi rendah. Petani pun kerap mengalami kerugian karena tanaman pertanian mati sebelum bisa mereka panen.

Lahan pertanian di kawasan karst Gunungkidul

youtube. com

Bagaimana Bertani Pada Lahan Pertanian di Kawasan Karst Gunungkidul?

Di dalam mengelola lahannya, petani di daerah Pegunungan Seribu ini sudah mempunyai sistem usaha pertanian menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Baik dari segi iklim, kondisi tanah, maupun agroekologinya. Kondisi iklim di kawasan karst Gunungkidul cenderung kering dengan BK (bulan kering) tidak lebih dari 100 mm juga berkisar 5 hingga 6 bulan. Sementara itu BB (bulan basah) 6 hingga 7 bulan.

Usaha pertanian yang sudah berkembang di pegunungan Seribu ini adalah sebuah sistem pertanian yang terpadu antara komponen-komponen usaha tani. Misalnya tanaman pangan, ternak, hortikultura, juga pemanfaatan dari alam, contohnya curah hujan.

Sementara itu, untuk melestarikan kesuburan tanah dilakukan dengan cara pengembalian limbah hasil panen, konservasi tanah serta air dengan pembuatan terasering. Bisa dibilang sistem usaha pertanian yang berkembang sudah menggambarkan suatu teknologi pertanian yang ramah lingkungan, lestari dan juga berkelanjutan.

Sistem dan Cara Usaha Tani di Pegunungan Seribu

Pengembangan komoditas di lahan pertanian di kawasan karst Gunungkidul merupakan tanaman pangan dengan cara tumpang sari. Waktu penanaman dan juga pemanenan tanaman yang mereka usahakan, yaitu mereka lakukan juga dengan waktu yang berbeda-beda. Sebagai contoh dari tumpangsari dengan perpaduan jenis tanaman yang mereka usahakan adalah sebagai berikut, padi/ubi kayu/jagung, kedelai/ubi kayu/jagung, atau kacang tanah/ubi kayu/jagung.

Kondisidrainase(pengairan) yang tidak menguntungkan juga memiliki pengaruh besar pada kegiatan pertanian masyarakat kawasan pegunungan Seribu ini. Mereka hanya bisa memanfaatkan lahan secara optimal untuk aktivitas pertanian hanya ketika musim penghujan tiba. Sebab bisa memanfaatkan siraman air hujan guna memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pertanian.

Pada saat musim penghujan, masyarakat bisa menanam padi, jagung serta kacang di lahan pertanian mereka. Sebab adanya pasokan air dari hujan. Namun ketika musim kemarau ketersediaan air sangat sedikit bahkan di beberapa daerah tidak ada sama sekali sehingga masyarakat hanya bisa menanam ketela di lahan pertanian mereka.

Untuk mempertahankan tanah pada lahan pertanian selain dengan menerapkan sistem sengkedan (terasering), masyarakat juga melakukan penanaman tanaman keras di tepi lahan guna menahan tanah lewat sistem perakaran tanamannya. Tanaman keras yang banyak menjadi pilihan masyarakat yaitu jenis jati (tectona grandis) karena mempunyai perakaran dangkal sesuai dengan ketebalan tanah, serta memiliki nilai ekonomi tinggi dari kayu yang dihasilkan.

Dengan demikian, aktivitas bertani pada lahan pertanian di kawasan karst Gunungkidul sangat berbeda dengan daerah yang lain. Hal ini dikarenakan karakteristik batuan karst yang mendominasi daerah pegunungan Seribu ini serta keterbatasan sumber air untukdrainase.