Gejog Lesung Gunungkidul merupakan kesenian khas yang berasal dari Gunungkidul yang mengangkat perpaduan irama musik dengan lesung atau alu. Lesung adalah alat untuk menumbuk padi yang digunakan para petani pedesaan.

Kesenian ini telah turun temurun sejak ratusan tahun yang bermula dari keyakinan mitos yang melegenda di lingkungan masyarakat Gunungkidul. Sekarang ini gejog lesung sering hadir di acara-acara budaya.

Gejog Lesung Gunungkidul

Gejog Lesung Gunungkidul. Foto: IST/NET

Keistimewaan Gejog Lesung Gunungkidul

Permainan gejog lesung sering dimainkan oleh masyarakat agraris. Sekaligus sebagai ekspresi kegembiraan para petani atas panen yang melimpah. Sisi lainnya adalah wujud syukur kepada dewi sri yang dipercaya sebagai dewi padi.

Di tengah kesibukan menumbuk padi, para petani memainkan lesung sambil menyanyikan tembang jawa. Semarak para petani yang bergotong royong menumbuk padi secara langsung digambarkan oleh Ki Nartosando dalam tembang Lesung Jemengglung pada era 70-an.

Berawal dari sebuah mitos Batara Kala, masyarakat memainkan Gejog lesung ini saat terjadi gerhana bulan atau gerhana matahari.

Berkembangnya waktu gejog lesung ini semata-mata menjadi hiburan dan kegiatan kesenian saat gerhana dan pengiring dalam tradisi maupun upacara adat.

Mitos jawa yang melegenda adalah raksasa jahat Batara Kala yang dihukum Batara Wisnu badannya terpisah. Konon gerhana matahari atau bulan karena matahari atau bulan tersebut di telan mulut kepala raksasa. Penduduk memukul lesung agar si raksasa memuntahkan kembali bulan dan matahari sehingga gerhana dapat berakhir.

Waktu Pertunjukan Seni Budaya Gejog Lesung

Zaman dahulu masyarakat memainkan Gejog Lesung Gunungkidul seraya melepas kepenatan setelah memanen padi. Mereka memainkannya tengah malam saat bulan purnama atau terang bulan. Tabuhan lesung mengiringi berbagai macam permainan anak-anak dan dewasa di luar rumah.

Pada perkembangan zaman milenial ini, kesenian Gejog Lesung hanya dapat Anda temui pada acara-acara tertentu. Mulai dari acara bersih desa, penyambutan tamu, upacara adat, hingga kirab.

Umumnya Gejog lesung ini terdiri dari 12 orang pemain yang terbagi 5 menjadi penabuh, dan sisanya menjadi penyanyi atau wiraswara. Wiraswara bernyanyi dan berlenggak lenggok sambil menari membawa tambir.

Tambir merupakan tempat nasi yang berbentuk bulat. Tembang jawa yang terlantun adalah lagu tradisional seperti gundul-gundul pacul, lumbung padi dan lainnya.

Pertunjukan gejog lesung seringnya diperankan oleh para ibu-ibu tanpa menggunakan alat lainnya. Semua terfokus pada alat lesung yang berupa batang kayu halus untuk menumbuk padi.

Banyak kelompok kesenian gejog lesung yang masih melestarikan kesenian ini. Meski tak muda lagi, mereka menyajikan irama tabuhan gejog lesung yang unik dan menarik untuk didengar. Gejog Lesung Gunungkidul hingga kini masih terus dilestarikan sehingga menjadi kekayaan budaya khas Gunungkidul yang unik.