Untuk menyambut malam Lailatul Qodar, tak mau kalah dengan masyarakat yang lainnya, warga sejumlah daerah juga memiliki cara tersendiri. Ya, masyarakat Gunungkidul punya sebuah tradisi yang bernama “Bumbung Selikur”. Di dalam tradisi tersebut, mereka menggelar kenduri dan juga menyalakan petasan bambu sebagai pertanda dimulainya sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Berikut ini kami sajikan mengenai fakta Bumbung Selikur di Gunungkidul.
youtube. com
Fakta Bumbung Selikur: Dimainkan Sambil Menunggu Waktu Berbuka Puasa
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh dengan keberkahan. Di dalam malam Lailatul Qadar ada banyak keutamaan. Oleh sebab itu, umat muslim begitu antusias untuk menyongsong kehadiran malam itu. Beragam tradisi di Indonesia diselenggarakan untuk menyambut datangnya malam Lailatul Qadar tersebut.
Kraton Yogyakarta dan Surakarta mempunyai sebuah tradisi bernama “Malem Selikuran”. Sementara itu di Keraton Kasepuhan Cirebon mempunyai tradisi berupa Jamasan Gerbong Maleman guna menyongsong kedatangan malam Lailatul Qodar. Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, di Gunungkidul pun punya tradisi Bumbung Selikur.
Melansir dari Merdeka.com, Bumbung Selikur ini adalah sebuah tradisi milik warga Dusun Beji dan Dusun Belok, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Pada saat tradisi ini bakal berlangsung, maka puluhan warga yang berasal dari kedua dusun tersebut berkumpul di Joglo Wulenpari yang mereka bangun di tengah area persawahan.
Mereka membawa nasi uduk dan nasi ingkung untuk buka puasa. Sambil menunggu waktu berbuka, puluhan remaja serta orang dewasa menyiapkan long bumbung di pinggiran Sungai Oya. Long bumbung sendiri adalah senjata yang terbuat dari bambu dengan panjang 1 meter dan di belakangnya terpasang sumbu.
Suara Long Bumbung Menggelegar
Saat mereka menyalakan long bumbung tersebut, maka akan terdengar suara yang keras dan menggelegar. Warga menyambut suara tersebut dengan teriakkan dan juga gelak tawa. Sesekali terdapat suara mengejek keluar, sebab long bumbung itu gagal meledak.
Permainan long bumbung ini baru akan berhenti pada saat adzan magrib sudah berkumandang. Lalu para warga yang hadir dan berkumpul tersebut kemudian duduk secara melingkar di pendopo Joglo Wulenpari. Disana mereka melakukan doa bersama dan buka puasa dengan menyantap nasi ingkung serta nasi uduk yang mereka bawa.
Tradisi Menyambut Malam Lailatul Qadar
Fakta Bumbung Selikur selanjutnya yaitu tradisi turun-temurun ini utin mereka gelar guna menyambut 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tradisi Bumbung Selikur ini sebagai penanda masuk ke-21 Ramadhan atau selikuran. Tujuan dari pelaksanaan tradisi ini juga untuk menyongsong malam Lailatul Qodar yang di dalam kepercayaan Islam adalah malam paling agung di bulan Ramadhan. Kemuliaan malam tersebut sama dengan seribu bulan.
Sebagai Penanda Peningkatan Ketaqwaan
Tradisi Bumbung Selikur ini biasanya mereka gelar secara bergantian antara di Dusun Belok atau di Dusun Beji. Apabila tahun ini pelaksanaanya di Dusun Beji, maka esok hari perayaannya akan mereka lakukan di Dusun Belok. Selain itu, fakta Bumbung Selikur lainnya yaitu mempunyai nilai falsafah yang tak boleh mereka tinggalkan. Perayaan long bumbung di dalam falsafah Jawa punya makna sebagai penanda untuk semakin meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan YME di sepuluh hari terakhir pada bulan suci Ramadhan.
Recent Posts
- Resep Sayur Asem Betawi Untuk Pemula
- Resep Ayam Kecap Bawang Bombay
- Resep Soto Ayam Rumahan
- Resep Nasi Goreng Sederhana Untuk Pemula
- Cara Menghilangkan Iklan di HP Terlengkap
- Cara Menghilangkan Bekas Jerawat Terpopuler
- Cara Transfer Pulsa Telkomsel Terbaru
- Cara Mandi Wajib Yang Perlu Diketahui Umat Islam
- Cara Menghilangkan Jerawat Kekinian
- Cara Cek Nomor XL Anti Gagal
- Cara Membuat Donat Empuk dan Renyah Sendiri
- Cara Buat Roti Pisang Coklat Yang Lembut dan Enak