Kesenian di Kabupaten Gunungkidul memang sangat beragam, mulai dari Reog, Gejog Lesung, Rinding Gumbeng, Jathilan, Wayang, Srandul, dan masih banyak yang lainnya. Semua kesenian tersebut adalah warisan budaya leluhur yang harus tetap kita lestarikan. Salah satu kesenian tradisional yang kini sudah jarang kita temui yaitu pertunjukan Kethek Ogleng Gunungkidul.

Kethek Ogleng sendiri merupakan kesenian rakyat yang terdapat di kabupaten Gunungkidul. Awalnya kesenian ini berupa pentas sendratari di pedesaan ketika warga usai panenan, tengah menggelar hajat mantenan, atau warga yang sedang melunasi nazar tertentu.

pertunjukan Kethek Ogleng Gunungkidul

youtube. com

Pertunjukan Kethek Ogleng Gunungkidul: Kesenian Rakyat yang Hampir Terlupakan

Pada tahun 1970-an, keberadaan kesenian tari Kethek Ogleng ini terdapat di tiap-tiap kabupaten di DI Yogyakarta. Hal tersebut ditandai dengan keberadaan sanggar-sanggar kesenian Kethek Ogleng. Menurut sejarah, pementasan Kethek Ogleng ini sudah ada di Gunungkidul kira-kira sebelum zaman kemerdekaan. Sebab, Kethek Ogleng yang berkembang di wilayah Semanu sudah ada semenjak 1935.

Lalu dari Semanu, kesenian rakyat ini berkembang di daerah Tepus, Wiladeg, Semin, serta beberapa wilayah lain di Gunungkidul. Kesenian Kethek Ogleng melalui masa surut ketika orde baru, saat banyak alternatif pertunjukkan sudah mulai beragam dan semakin surut kira-kira tahun 2000-an. Pembangunan sanggar dan grup tari menjadi upaya untuk mengembangkan kembali kesenian rakyat ini.

Kethek Ogleng berasal dari kata “Kethek” yang artinya tokoh sakti dan suka berlagak. Secara menyeluruh, dalam bahasa Jawa punya istilah yang tepat untuk mendeskripsikan ‘Kethek Ogleng’ yakni berlagak atau gumeleng. Karakter Kethek yang gemar berlagak, tercermin pada masing-masing tindakan dan sikapnya yang berwujud dialog serta gerak tari. Sosok kera punya kedudukan istimewa di dalam seni pertunjukan tanah air. Di dalam wiracarita Ramayana bisa kita jumpai satria juga berwujud kera, yakni Anoman. Tetapi sosok Kethek Ogleng ini lebih bersikap antagonis

Pagelaran Pentas Kethek Ogleng

Awal pertunjukannya yaitu seorang dalang melantunkan suluk, membuka cerita dengan mengisahkan sosok Kethek Ogleng. Di awal pertunjukkan tersebut juga menyajikan keterampilan si Kethek Ogleng dalam menari. Selanjutnya menyusulah penuturan Kethek Ogleng mengenai seorang gadis desa yang cantik parasnya, bernama Endang Roro Tompe. Kemudian, pertunjukkan mengikuti alur cerita dengan menyajikan dialog, tari, dan tetembangan dengan iringan gamelan.

Pertunjukan Kethek Ogleng Gunungkidul adalah bagian ekspresi atas kisah siklus Panji, sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi kisah Ramayana dan Mahabarata saat itu. Tokoh Kethek Ogleng berasal dari cerita Panji yang mengisahkan tokoh Panji Asmorobangun yang tengah berkelana mencari kekasihnya yakni Dewi Sekartaji dari Kerajaan Jenggala. Dewi Sekartaji menghilang secara tiba-tiba. Pada proses pencariannya, Panji menyamar supaya identitasnya tidak ada yang mengetahui, begitu juga dengan Dewi Sekartaji. Pengembaraan pencarian kekasih lewat penyamaran hadir di dalam pementasan Kethek Ogleng.

Pagelaran pementasan ini yaitu di tempat-tempat terbuka, seperti halaman, lapangan, kebun terbuka yang luas, serta panggung terbuka. Dalam perkembangannya, kesenian rakyat ini juga bisa digelar di gedung-gedung pertemuan dan pendopo. Kethek Ogleng yang mengisahkan proses pengembaraan tersebut mampu menunjukkan keselarasan antara seni suara, seni gerak tari, dan seni musik. Kombinasi tersebut menghadirkan suatu kerjasama dan keseimbangan. Nilai-nilai ini berkembang pada masyarakat guna menghasilkan kreasi-kreasi budaya serta urusan hubungan kemasyarakatan yang lain.

Pesan dari pertunjukan Kethek Ogleng Gunungkidul yaitu adanya sikap kesabaran serta keteguhan hati pada saat mencari seorang kekasih. Hal tersebut juga mendasari bagaimana kesenian rakyat ini bisa diilhami di dalam kehidupan keseharian. Alur cerita ringan, hangat, dan atraktif memunculkan kegembiraan dan semangat ketika menapaki langkah di dalam pengembaraan cinta seseorang.